Kita bisa saja memilih teman, tapi kita biasanya tak bisa memilih siapa rekan kerja kita. Padahal seberapapun kita tidak menyukai rekan kerja, toh kita harus bisa kerja bersama dan membangun sinergi dengan dia. Agar bisa bekerja dengan orang yang dibenci, kita herus belajar untuk mencari sisi baik dari orang lain. Terkadang, memang sampai ada istilah “gencatan senjata” dengan orang-orang tertentu. Apapun, di dunia profesional, kita tak boleh membiarkan emosi kita mengendalikan diri.

Bekerja dengan orang yang dibenci toh ternyata malah bisa berikan pengalaman belajar, jika kita memang bersedia mencarinya. Pikiran kita harus terbuka dan menjaga sikap optimis, semacam sikap “gelas penuh”. Diri ini harus benar-benar dipaksa untuk melihat kebaikan dari orang lain, terlepas dari sedemikian mencoloknya sifat buruk dari rekan kerja yang rese itu. 


Jikalau bisa, pencarian aspek positif ini memang harus dilakukan secara obyektif. Ini dilakukan semisal dengan menanyakan kepada supervisor atau manajer dari yang bersangkutan, “Apa sih sumbangsih dia pada perusahaan? Apa yang jadi kekuatan utama dia? Apa yang bisa membuat Anda bisa menyukuri miliki dia sebagai rekan kerja?” Jikalau bisa. Jika tak bisa, maka alasan yang sifatnya subyektif atau yang tidak relevan dengan urusan kerja pun tak mengapa. “Oh, dia itu orangnya pintar sekali menyanyi atau melawah”, “Oh, dia ternyata suka dan pinter mbikin puisi tentang romansa”. Tak relevan dengan urusan kerja, tapi yang penting itu bisa membuat Anda jadi merasa lebih baik.

Sadari juga, bahwa ketika seseorang punya suatu keburukan, maka biasanya itu akan berkompensasi atau implikasi dari suatu kebaikan. Jadi misal saja bila Anda temui bahwa orang itu sifatnya berantakan atau jauh dari kerapian sampai juga pada cara kerjanya, coba saja jajaki; jangan-jangan sebenarnya dia itu orang kreatif dengan sekian banyak yang meluncur dari kepalanya. Bila Anda bekerja dengan seorang yang sok kuasa, Anda bisa membuat dia merasa “berkuasa” tanpa benar-benar menyerahkan kuasa Anda. Beri dia kesempatan untuk mengungkapkan gagasan awal, lalu segera suntikkan pemikiran Anda terhadap gagasan dia tadi, yang akhirnya membuat dia merasa memiliki gagasan Anda dan lalu menjalankanya.Orang sok kuasa biasanya ingin ego mereka diangkat, maka turuti sajalah, beri pujian atas pemikiran dan kerja dia.

Bila ketegangan Anda dan rekan kerja menjengkelkan sudah sampai pada tingkat di mana Anda tidak merasa bisa lagi bekerja sama dan mencapai hasil dengannya, maka Anda punya tanggung jawab untuk secara jujur berbicara dengannya. Jangan sampai jadikan masalah “pribadi” Anda jadi pengganjal produktivitas profesional Anda. Idealnya, Anda perlu menemui orang ini secara langsung. Sebelumnya, siapkan dulu gambaran apa yang hendak dibicarakan:

1.  Mulailah obrolan dengan menyampaikan bahwa Anda menginginkan pertemuannya menjadi pertemuan yang positif, dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan profesional dengannya. Mintalah dia untuk mendengarkan dulu apa yang Anda katakan sebelum dia menanggapi. Buat dia tahu bahwa Anda menyukai atau bahkan mengagumi beberapa kelebihan dia (pandai menganalisa dan memecahkan masalah, selera humor, dsb).
2.  Selanjutnya, katakan bahwa Anda punya masalah dengan beberapa sikap dia. Beri dia beberapa contoh konkrit perilaku atau apapun yang membuat Anda gerah dan jadi merasa susah untuk bekerja baik dengannya. Jadilah profesional, gunakan fakta, dan jangan biarkan Anda terkuasai oleh emosi.
3.   Beri dia kesempatan untuk berbicara dan memberi tanggapan. Kadang yang mengejutkan adalah bahwa cukup banyak orang ternyata tidak menyadari bahwa mereka ternyata sudah membuat kesal orang lain, dan akan berterima kasih jika Anda berkenan memberikan masukan. Worst case scenario, dia bisa jadi akan menjadi sangata defensif dan menolak tuduhan bahwa dia “bermasalah”. Bersiap saja mendengar dia memberondong Anda dengan apa-apa yang dia tidak sukai dari diri Anda, entah dalam konteks profesional atau bukan. Tak mengapa, tetaplah jaga agar obrolan Anda tetap berlangsung profesional, dan dengarkan saja apa-apa yang dia katakan. Terus kemudian kembali pada tujuan Anda mengajak dia bicara, yakni mencari solusi. Maka usulkanlah solusi dan saran bagi dia, serta bersiap untuk menerima atau berkompromi dengan masukan yang dia berikan.
4.   Jika itu lantas tidak berhasil? maka Anda perlu bertemu dengan manajer Anda. Usul saya, janganlah langsung menemui manajer manakala Anda belum lakukan tindakan mandiri. Saat Anda melapor, sebaiknya itu sudah berada dalam kondisi di mana Anda sudah coba mensolusikan. Itu akan membuat Anda punya skor positif di pandangan supervisor atau manajer Anda. Artinya, jangan tiba-tiba melempar masalah Anda kepada atasan. Kemampuan Anda untuk secara pribadi menangani masalah dengan rekan kerja akan jadi pertimbangan bagi atasan untuk menaikjabatkan Anda.

Dengan pemahaman ini, maka sejak awal berhati-hatilah. Mentang-mentang tidak suka pada seorang rekan kerja, bukan berarti Anda berhak menyebarkan luaskan keburukan dia dengan beberapa tambahan cerita emosional dan apalagi gosip. Bukan hanya supervisor, rekan kerja Anda yang lain pun juga akan menilai sikap, akhlak dan kemampuan Anda dalam menghadapi konflik atau masalah dengan rekan kerja yang lain. Dapatkanlah dukungan dari teman Anda, tapi tetaplah bersikap profesional terhadap mereka.

Salam Aktualisasi!!

Sumber: http://dianavideo.wordpress.com


0 komentar:

Posting Komentar