Apa yang akan Anda lakukan jika ide Anda ditolak
dan dilecehkan-bahkan dianggap gila-oleh 217 orang dari 242 yang diajak bicara?
Menyerah? Atau malah makin bergairah? Jika pilihan terakhir ini yang Anda
lakukan, barangkali suatu saat, sebuah impian membuat bisnis kelas dunia bisa
jadi milik Anda.
Yah, itulah kisah nyata yang dialami oleh Howard
Schultz, orang yang dianggap paling berjasa dalam membesarkan kedai kopi
Starbucks. “Secangkir kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa yang mau? Ya ampun,
apakah Anda kira ini akan berhasil? Orang-orang Amerika tidak akan pernah
mengeluarkan satu setengah dolar untuk kopi,” itulah sedikit dari sekian banyak
cacian yang diterima Howard, saat menelurkan ide untuk mengubah konsep
penjualan Starbucks.
Dalam buku otobiografinya yang ditulis bersama
dengan Dori Jones Yang- Pour Your Heart Into It; Bagaimana Starbucks Membangun
Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir-Howard menceritakan bagaimana ia
merintis “cangkir demi cangkir” dan menjadikan Starbucks sebagai kedai kopi
dengan jaringan terbesar di seluruh dunia.
Awalnya, Howard Schultz adalah seorang general
manager di sebuah perusahaan bernama Hammarplast. Suatu kali, ia datang ke
Starbucks yang pada awalnya hanyalah toko kecil pengecer biji-biji kopi yang
sudah disangrai. Toko ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon Bowker
sebagai pendiri awal Starbucks. Duo tersebut memang dikenal sangat getol
mempelajari tentang kopi yang berkualitas. Melihat kegairahan mereka tentang
kopi, Howard pun memutuskan bergabung dengan Starbucks, yang kala itu baru
berusia 10 tahun. Ia pun segera bisa dekat dengan Jerry Baldwin. Sayang, hal
itu kurang berlaku dengan Gordon Bowker dan Steve, seorang investor Starbucks
baru. Meski begitu, Howard tetap berusaha beradaptasi dan mencoba mengenalkan
berbagai ide pembaruan untuk membesarkan Starbucks.
Suatu ketika, Howard Schultz datang dengan ide
cemerlang. Ia mendesak Jerry untuk mengubah Starbucks menjadi bar espresso
dengan gaya Italia. Setelah perdebatan dan pertengkaran yang panjang, keduanya
menemui jalan buntu. Jerry menolak karena meskipun idenya bagus, Starbucks
sedang terjerumus dalam utang sehingga tidak akan mampu membiayai perubahan.
Howard pun lantas bertekad mendirikan perusahaan
sendiri. Belajar dari Starbucks, ia tidak mau berutang dan memilih berjuang
mencari investor. Dan, pilihan inilah yang kemudian membuatnya harus bekerja
ekstra keras. Ditolak dan direndahkan menjadi bagian keseharian yang harus
dihadapinya.
Tekad itu terwujud–dan bahkan–dengan uang yang
terkumpul dari usahanya, ia berhasil membeli Starbucks dari pendirinya. Namun,
kerja keras itu tak berhenti dengan terbelinya Starbucks. Saat terjadi akuisisi,
ia mendapati banyak karyawan yang curiga dan memandang sinis perubahan yang
dibawanya. Tetapi, dengan sistem kekeluargaan, ia merangkul karyawan dan bahkan
memberikan opsi saham sehingga sense of belonging karyawan makin tinggi.
Kini, dibantu dengan CEO yang diperbantukannya,
Orin C Smith, Howard berhasil mengembangkan Starbucks hingga puluhan ribu
cabang di seluruh dunia. Ia juga menekankan layanan dengan keramahan pada
konsumen, dan di sisi lain, memperlakukan karyawan sebagai keluarga. Dengan cara
itu, Howard terus berekspansi hingga terus menjadi kedai kopi terbesar.
Howard Schultz adalah gambaran kegigihan
seseorang dalam mewujudkan ide. Meski diremehkan pada awalnya, Howard tetap
bertahan dan akhirnya membuktikan bahwa dengan tindakan nyata, semua ide bisa
menjadi nyata. Kepedulian yang ditunjukkan dengan “memanusiakan” semua
karyawannya juga telah membuatnya makin disegani sehingga mampu terus
memperbesar usahanya.
sumber : http://cerita-bijak-motivasi.blogspot.com
sumber gambar: http://kisahkisah.com
0 komentar:
Posting Komentar